Kota besar seperti Jakarta menjadi sasaran empuk pengedar narkoba. Tak terkecuali daerah Tegalparang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sepanjang tahun 1980 hingga 1990-an begitu banyak pengguna narkoba di tempat ini. Tak heran, banyak pecandu yang meninggal menjadi korban.
Kebetulan, di lingkungan tersebut Etty Lasmini tinggal bersama suaminya, Mardini (65) yang jadi pengusaha kulit sapi di dekade 1970-an. Mardini menjadi karyawan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Dharmajaya milik Provinsi DKI Jakarta. Nah, tugas Etty adalah menagih uang dari para pengusaha kerupuk kulit yang membeli kulit sapi dari suaminya.
Perlahan-lahan, minat Etty tumbuh setelah melihat peluang para pembuat kerupuk kulit. Ia pun lantas belajar membuat kerupuk kulit.
"Pak Purwo orangnya baik. Nggak pelit sama orang yang mau belajar. Dari Pak Purwolah saya akhirnya bisa bikin krupuk," kenang Etty seperti dikutip dari wartakota. Menurut Etty usaha pembuatan kerupuk kulit Purwo juga berkembang baik. Dari usaha tersebut Purwo bisa membiayai kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Sayang, setelah Purwo meninggal, anak-anaknya tak ada yang mau meneruskan usaha tersebut. Akhirnya Etty membeli semua alat pembuatan kerupuk milik Purwo.
Di saat yang sama pula, Etty prihatin dengan banyaknya korban narkoba di lingkungan ia menetap.
Kontan.co.id melansir kisah Etty tersebut. Banyak anak muda yang terjerat narkoba dan akhirnya melakukan aksi kejahatan. Perjuangan orang tua untuk membebaskan anaknya dari jeratan narkoba juga telah habis-habisan. "Tetangga saya ada yang sampai habis uangnya untuk membawa anaknya ke rehabilitasi" ujar Etty.
Lantaran prihatin melihat kondisi itu, ia kemudian mencari cara untuk memberdayakan mantan pecandu maupun napi yang telah bebas. Pasalnya, banyak mantan napi dan pecandu yang minder akibat tak diterima lagi di masyarakat.
Akhirnya, banyak dari mereka yang kembali berkumpul dengan kenalan lama yang masih terjerat narkoba. "Saat itu saya berpikir bahwa mereka harus dilatih dan diberikan pekerjaan," kata Etty.
Ia pun mulai melakukan pendekatan terhadap para mantan napi dan pecandu narkoba itu. Setelah diajak berbicara, banyak dari mereka ingin berwirausaha.
Dari situlah, Etty kemudian terdorong membuka usaha pembuatan kerupuk kulit. Kebetulan, saat itu ia sudah memiliki keterampilan membuat kerupuk kulit. Digandengnya mantan napi serta mantan pecandu untuk menjadi karyawannya. Sepanjang menjalankan usaha ini, ia tetap konsisten merangkul para mantan napi dan pecandu. Tak hanya mantan napi di kawasannya, ia juga menggandeng hampir seluruh mantan napi di DKI Jakarta.
Kini, usaha yang dirintis Etty sejak tahun 1990 ini berhasil meraup omzet Rp 30 juta-Rp 60 juta per hari, atau Rp 900 juta per bulan.
Etty mengaku, saat ini banyak mantan napi yang menjadi karyawannya telah mandiri dengan membuka usaha sendiri.
Source Link
0 Response to "Mantan Pengguna Narkoba Meraup Laba Dari Usaha Kerupuk 900jt/bulan"
Posting Komentar